Pernyataan Sikap: HARI PENDIDIKAN NASIONAL
Sistem pendidikan di Indonesia telah melalui berbagai perubahan dan perjalanan panjang, sejak zaman kuno, era kolonial Belanda hingga terjadi reformasi sampai saat ini masuk era digital dan teknologi. Sejak 1984 bertepatan pada Hari Pendidikan Nasional, Program Wajib Belajar Sembilan Tahun juga menjadi salah satu program pemerintah Indonesia untuk memastikan semua anak Indonesia mendapatkan pendidikan dasar.
Di era digital yang terus berkembang pesat, hampir semua aspek kehidupan manusia mengalami perubahan besar, tak terkecuali di dunia pendidikan. Era digital masa dimana teknologi informasi menjadi pusat dari banyak aktivitas manusia.
Dalam dunia pendidikan, era digital membawa revolusi besar yang memungkinkan untuk belajar dari mana saja dan kapan saja. Teknologi telah membuka akses lebih luas untuk belajar, namun seiring dengan berbagai kemudahan yang ditawarkan, tidak bisa dihindari pula munculnya tantangan-tantangan baru seperti, kesenjangan antar daerah, kualitas guru dan ketidakmerataan fasilitas belajar.
Di Kalimantan Tengah tidak semua institusi pendidikan memiliki infrastruktur teknologi yang cukup, terutama di daerah terpencil dimana akses internet menjadi masalah besar. Bahkan selama musim COVID-19, banyak sekolah di area kecamatan Hanau, Seruyan tidak dapat mengakses internet sebagai metode pembelajaran baru dengan memanfaatkan teknologi digital. Selain itu tidak semua siswa atau sekolah memiliki perangkat keras (seperti laptop atau handpone) maupun koneksi internet yang stabil.
Kesenjangan digital ini menjadi tantangan yang signifikan. Ditengah berkembangnya penggunaan pengajaran berbasis teknologi. Di pedesaan pedalaman Kalimantan Tengah masih menggunakan metode pengajaran yang tradisional. Keadaan ini tidak hanya bersumber pada ketidakmerataan fasilitas belajar mengajar, tetapi juga pada tenaga pendidik yang tidak cukup terlatih untuk mengadopsi sistem pembelajaran berbasis teknologi digital.
Selain itu, penerapan kurikulum baru ini seringkali menjadi beban bagi siswa dan orangtua siswa. Kebutuhan pendidikan yang terus meningkat, akses transportasi yang terbatas, kemudian tidak semua desa memiliki sekolah SMP dan SMA/SMK. Keadaan ini memunculkan persoalan baru bagi mereka. Bahkan sehari sebelum peringatan Hari Pendidikan Nasional 02 Mei 2025 ini, diperingati pula Hari Buruh Internasional pada 01 Mei 2025.
Permasalahan yang terjadi di pedesaan salah satunya angkat putus sekolah yang terus meningkat. Keadaan ini bersumber pada kondisi orang tua yang hanya bekerja sebagai buruh perkebunan kelapa sawit dengan upah dibawah UMK. Di Kecamatan Hanau, Seruyan setiap tahun pasti ada anak putus sekolah, kemudian mengharuskan mereka ikut orangtuanya bekerja di perkebunan kelapa sawit menjadi Buruh Harian Lepas. Ini bukan persoalan pekerja dibawah umur, namun ketidakmampuan pemerintah menjangkau dan memberi akses pendidikan layak hingga ke pelosok daerah.
Keadaan ini tidak selaras dengan wacana Indonesia untuk Generasi Emas 2045 yang mempersiapkan para generasi muda Indonesia yang berkualitas, berkompeten dan berdaya saing tinggi. Terobosan dan inovasi baru ini menjadi sebuah ambisi semata, jika keadaan di wilayah terpencil tidak disamaratakan terutama pada akses pendidikan yang layak.
Oleh karena itu, pada momentum peringatan Hari Pendidikan Nasional 02 Mei 2025 ini, kami dari Palangkaraya Ecological and Human Rights Studies (PROGRESS) menuntut :
- Berikan pemerataan fasilitas pendidikan yang memadai di area terpencil
- Peningkatan infrastruktur berbasis digital dan teknologi di area terpencil
- Berikan pelatihan bagi tenaga pendidik sesuai dengan sistem pendidikan dan kurikulum di Indonesia
- Pengembangan kurikulum yang sesuai
- Berikan akses pendidikan bagi para siswa yang kurang mampu di wilayah terpencil
Ketua Koordinator: Priska Lela Marlina